Minggu, 29 Januari 2012

Charity Night Untuk Korban Angin Ribut Purwokerto



Minggu lalu (26/01/2012) terjadi angin ribut di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Purwokerto. Selain tumbangnya beberapa pohon di jalan protokol, di daerah Purwokerto utara tepatnya Desa Melung beberapa rumah di desa tersebut rusak parah dan ringan. Atap rumah yang sebagian besar terbuat dari seng, terbawa angin.

Aksi solidaritas untuk membantu korban bencana ditindaklanjuti oleh Komunitas Purwokerto Peduli (KPP). KPP yang sebelumnya telah melakukan kegiatan serupa pada korban bencana akibat erupsi Merapi, melakukan penggalangan dana berupa charity night di Kong-kow Cafe malam tadi pada (29/01/2012). KPP merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari gabungan komunitas-komunitas di Purwokerto baik itu komunitas musik, otomotif, teater maupun UKM. Dengan mengusung nama Purwokerto, komunitas ini bergerak untuk membantu korban bencana di manapun di seluruh Indonesia.

Charity night ini diisi oleh 15 band Purwokerto berbagai genre. KPP bekerjasama dengan Kong-kow Cafe terkait venue untuk charity. Lima belas band ini terdiri dari One Step Beyond, Suket Teki, Evil Circle, Liberty, Sasmi, Mahamuni, Burning Dog, Penelope, Terrror Sound, Gasebu, Tepuk Tangannya Mana (TTM), Soul Saver, Jhonny Freedom, Sunrise dan Pernicious Hate. Acara yang dimulai pada pukul 19.00 WIB ini dipadati oleh pengunjung. Citra Tennova salah satu pengunjung mengatakan bahwa kedatangannya ke Kong-kow memang untuk memberi bantuan dan menonton salah satu band favoritenya yaitu Penelope. Menurutnya, konsep charity ini sangat efektif karena orang yang hendak menyumbang dana pun bisa melihat pertunjukan musik. Perempuan asli Purwokerto ini mempercayakan pengelolaan dana pada KPP.

Acara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, ditutup dengan pembacaan jumlah total uang yang terkumpul dari beberapa kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh KPP. Total uang yang terkumpul hinga tadi malam berjumlah Rp. 2. 251.900,- yang akan disumbangkan dalam bentuk material bangunan kepada korban bencana. Pelaksanaan penyerahan sumbangan akan dilaksanakan pada Minggu, 5 Februari 2012 di Desa Melung Kec. Kedung Banteng Purwokerto Utara. (Harumi)

dokumentasi :

kondisi Desa Melung Kec. Kedung Banteng :

foto oleh Dina Dinotz

foto diambil dari album Sari Handayani

foto diambil dari album Sari Handayani

beberapa aksi panggung di Charity Night for Melung :

PENELOPE

Mahamuni

Terror Sound

Liberty

Musik dan Kampanye Penanggulangan HIV/AIDS


*foto diambil dari album pribadi Pernicious Hate


“Kondom! Kondom! Kondom!” begitulah yang diteriakan oleh penonton di setiap Pernicious Hate berunjuk karya. Tentu kita tidak akan begitu saja mendengar kondom diteriakan ketika salah satu band berada di panggung. Namun di Purwokerto, Pernicious Hate band berjenis grindcore ini punya “yang lain” yang mereka tampilkan di atas panggung.

“yang lain” ini merupakan kondom untuk dibagikan kepada penonton. Gerakan ini sudah dilakukan sejak awal tahun 2009. Berangkat dari keresahan Imam (vokalis) dalam melihat HIV/AIDS sebagai fenomena gunung es. Menurutnya penyebaran HIV/AIDS dikarenakan minimnya kesadaran dan pengetahuan akan HIV/AIDS itu sendiri. Selain itu Imam menuturkan bahwa prilaku seks bebas dan penyalahgunaan narkoba sudah membudaya. Melalui musik lah kemudian Pernicious Hate bergerak untuk ikut mencegah penularan HIV/AIDS.

Gerakan membagi-bagikan kondom yang dilakukan Pernicious Hate dilakukan tanpa support dari pihak lain atau pihak yang terkait dalam penanggulangan HIV/AIDS. Imam biasanya membeli sendiri di minimarket kondom yang akan dibagi-bagikan. Konsistensi Pernicious Hate dalam gerakan pencegahan HIV/AIDS tentunya membuahkan hasil. Pada pertengahan tahun 2010, Pernicious Hate di support oleh aktivis yang bergerak di isu HIV/AIDS untuk pengadaan kondom.

Bukan hal yang mustahil jika suatu saat semua orang dapat melakukan hal serupa yang telah diawali oleh Pernicious Hate. Bergerak melalui media paling dekat yang digemari yaitu musik. Pernicious Hate juga masih yakin, bahwa musik masih menjadi media yang efektif untuk menyebarkan dan mengkampanyekan sesuatu yang mampu membantu orang lain. (Harumi)

Event Musik Reguler Purwokerto : Friday Freak

Sebuah event musik reguler hadir kembali di Purwokerto, berlangsung setiap Jumat di Champion Cafe and Resto. Mengusung konsep yang sederhana, Friday Freak (yang selanjutnya akan disebut FF) lahir sebagai wadah bertemu dan berkumpul pegiat musik di Purwokerto. Lahirnya FF dibidani oleh Achmad Mustaid (Aa) dan Dian Tutoo. Yang selanjutnya dikerjakan bersama Nurcholis, Agung Totman dan disupport oleh semua pegiat musik Purwokerto.

"FF terbentuk sebagai ajang silaturahmi pegiat musik di Purwokerto tanpa mengusung bendera apapun" -- Dian Tutoo

Berawal dari konsep itulah, setiap jumatnya setiap band penampil dipilih secara acak. Selain itu band penampil yang terlibat tidak ada proses seleksi berdasarkan jenis musik. FF diharapkan mampu membantu pegiat musik untuk menjaid mandiri, karena FF tidak menyediakan apapun selain tempat.

FF pertama kali diadakan pada tanggal 09 Desember 2011 di Libero Cafe. Hingga saat ini event FF sudah berjalan selama delapan kali. Rio Wijaya yang hanya absen dua kali di FF mengungkapkan bahwa FF merupakan event reguler yang bagus karena tidak mengusung genre apapun. Selain itu FF menjadi strategis sebagai acara akhir minggu yang cocok untuk refreshing.

Minggu ini (27/01/2012) FF menampilkan empat band penampil yaitu, Burning Dog, Dark Paravel, Fanasia dan Krusial Point. Setiap penampil diberi waktu selama 30 menit. Denis yang ditemui setelah tampil bersama bandnya Burning Dog yang berjenis musik Crust Grind Core, sebagai band pertama yang tampil di FF mengatakan bahwa FF yang megusung tema universal atau tak berbatas genre adalah sebuah event musik di Purwokerto yang harus terus berjalan.  Denis berharap setting panggung dapat diperbaiki dan panitia mendokumentasikan acara ini.

Adanya sebuah wadah berekspresi dan apresiasi akan mempengaruhi perkembangan musik di sebuah daerah. Dan perkembangan musik di daerah juga bergantung pada seberapa besar pegiat musik di daerah tersebut mengapresiasi karyanya dan karya orang lain. Sebuah event reguler membutuhkan konsistensi semangat yang tinggi untuk dapat terus berjalan. FF hanya sebuah wadah, support dari pegiat musik Purwokertolah yang mengisinya. (Harumi)

dokumentasi FF :
foto oleh Dina Dinotz